Sinopsis Novel Laskar Pelangi
Penulis : Andera Hirata
Negara : Indonesia
Penerbit : Bentang Pustaka (Yogyakarta)
Tanggal
terbit : 2005
Halaman : 529 halaman
Diangkat dari kisah nyata yang dialami
oleh penulisnya sendiri, buku “Laskar Pelangi” menceritakan kisah masa kecil
anak-anak kampung dari suatu komunitas Melayu yang sangat miskin Belitung. Anak
orang-orang ‘kecil’ yang mencoba
memperbaiki masa depan mereka.
SD Muhammadiyah (sekolah penulis ini), tampak begitu rapuh dan menyedihkan dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras, sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
BACA SELENGKAPNYA
Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil hati sebelas anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas anak-anak tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari kesebelas muridnya agar tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun. Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah ketika Lintang, siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu harus berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarga, sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia.
Belitong kembali dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya dan nafkah keluarga justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan mengekploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri, tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research and development manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris.
Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Banyak hal-hal inspiratif yang dimunculkan buku ini. Buku ini memberikan contoh dan membesarkan hati. Buku ini memperlihatkan bahwa di tangan seorang guru, kemiskinan dapat diubah menjadi kekuatan, keterbatasan bukanlah kendala untuk maju, dan pendidikan bermutu memiliki definisi dan dimensi yang sangat luas. Paling tidak laskar pelangi dan sekolah miskin Muhamaddiyah menunjukkan bahwa pendidikan yang hebat sama sekali tak berhubungan dengan fasilitas. Terakhir cerita laskar pelangi memberitahu kita bahwa bahwa guru benar-benar seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
SD Muhammadiyah (sekolah penulis ini), tampak begitu rapuh dan menyedihkan dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras, sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
BACA SELENGKAPNYA
Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil hati sebelas anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas anak-anak tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari kesebelas muridnya agar tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun. Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah ketika Lintang, siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu harus berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarga, sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia.
Belitong kembali dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya dan nafkah keluarga justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan mengekploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri, tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research and development manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris.
Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Banyak hal-hal inspiratif yang dimunculkan buku ini. Buku ini memberikan contoh dan membesarkan hati. Buku ini memperlihatkan bahwa di tangan seorang guru, kemiskinan dapat diubah menjadi kekuatan, keterbatasan bukanlah kendala untuk maju, dan pendidikan bermutu memiliki definisi dan dimensi yang sangat luas. Paling tidak laskar pelangi dan sekolah miskin Muhamaddiyah menunjukkan bahwa pendidikan yang hebat sama sekali tak berhubungan dengan fasilitas. Terakhir cerita laskar pelangi memberitahu kita bahwa bahwa guru benar-benar seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
TOKOH-TOKOH
- Ikal :
Tokoh 'aku' dalam cerita ini. Ikal yang selalu menjadi peringkat kedua
memiliki teman sebangku bernama Lintang, yang merupakan anak terpintar
dalam Laskar Pelangi. Ia berminat pada sastra, terlihat dari kesehariannya
yang senang menulis puisi. Ia menyukai A Ling, sepupu dari A Kiong, yang
ditemuinya pertama kali di sebuah toko kelontong bernama Toko Sinar
Harapan. Pada akhirnya hubungan mereka berdua terpaksa berakhir oleh jarak
akibat kepergian A Ling ke Jakarta untuk menemani bibinya.
- Lintang :
Teman sebangku Ikal yang luar biasa jenius. Ayahnya bekerja sebagai
nelayan miskin yang tidak memiliki perahu dan harus menanggung kehidupan
14 jiwa anggota keluarga. Lintang telah menunjukkan minat besar untuk
bersekolah semenjak hari pertama berada di sekolah. Ia selalu aktif di
dalam kelas dan memiliki cita-cita sebagai ahli matematika. Sekalipun ia
luar biasa pintar, pria kecil berambut merah ikal ini pernah salah membawa
peralatan sekolahnya. Cita-citanya terpaksa ditinggalkan agar ia dapat
bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup keluarganya semenjak ayahnya
meninggal.
- Sahara :
Satu-satunya gadis dalam anggota Laskar Pelangi. Sahara adalah gadis keras
kepala berpendirian kuat yang sangat patuh kepada agama. Ia adalah gadis
yang ramah dan pandai, ia baik kepada siapa saja kecuali pada A Kiong yang
semenjak mereka masuk sekolah sudah ia basahi dengan air dalam termosnya.
- Mahar :
Pria tampan bertubuh kurus ini memiliki bakat dan minat besar pada seni.
Pertama kali diketahui ketika tanpa sengaja Bu Muslimah menunjuknya untuk
bernyanyi di depan kelas saat pelajaran seni suara. Pria yang menyenangi
okultisme ini sering dipojokkan teman-temannya. Ketika dewasa, Mahar
sempat menganggur menunggu nasib menyapanya karena tak bisa ke manapun
lantaran ibunya yang sakit-sakitan. Akan tetapi, nasib baik menyapanya dan
ia diajak petinggi untuk membuat dokumentasi permainan anak tradisional
setelah membaca artikel yang ia tulis di sebuah majalah, dan akhirnya ia
berhasil meluncurkan sebuah novel tentang persahabatan.
- A
Kiong : Anak Hokian. Keturunan Tionghoa ini adalah
pengikut sejati Mahar sejak kelas satu. Baginya Mahar adalah suhunya yang
agung. Kendatipun pria kecil ini berwajah buruk rupa, ia memiliki rasa
persahabatan yang tinggi dan baik hati, serta suka menolong pada siapapun
kecuali Sahara. Namun, meski mereka selalu bertengkar, ternyata mereka
berdua saling mencintai satu sama lain.
- Syahdan :
Anak nelayan yang ceria ini tak pernah menonjol. Kalau ada apa-apa dia
pasti yang paling tidak diperhatikan. Misalnya ketika bermain sandiwara,
Syahdan hanya kedapatan jadi tukang kipas putri dan itupun masih banyak
kesalahannya. Syahdan adalah saksi cinta pertama Ikal, ia dan Ikal
bertugas membeli kapur di Toko Sinar Harapan semenjak Ikal jatuh cinta
pada A Ling. Syahdan ternyata memiliki cita-cita yang tidak pernah
terbayang oleh Laskar Pelangi lainnya yaitu menjadi aktor. Dengan bekerja
keras pada akhirnya dia menjadi aktor sungguhan meski hanya mendapatkan
peran kecil seperti tuyul atau jin... Setelah bosan, ia pergi dan kursus
komputer. Setelah itu ia berhasil menjadi network designer.
- Kucai :
Ketua kelas sepanjang generasi sekolah Laskar Pelangi. Ia menderita rabun
jauh karena kurang gizi dan penglihatannya melenceng 20 derajat, sehingga
jika ia menatap marah ke arah Borek, maka akan terlihat ia sedang
memperhatikan Trapani. Laki-laki ini sejak kecil terlihat bisa menjadi
politikus dan akhirnya diwujudkan ketika ia dewasa menjadi ketua fraksi di
DPRD Belitong.
- Borek :
Pria besar maniak otot. Borek selalu menjaga citranya sebagai laki-laki
macho. Ketika dewasa ia menjadi kuli di toko milik A Kiong dan Sahara.
- Trapani :
Pria tampan yang pandai dan baik hati ini sangat mencintai ibunya. Apapun
yang ia lakukan harus selalu didampingi ibunya, seperti misalnya ketika
mereka akan tampil sebagai band yang dikomando oleh Mahar, ia tidak mau
tampil jika tak ditonton ibunya. Cowok yang bercita-cita menjadi guru ini
akhirnya berakhir di rumah sakit jiwa karena ketergantungannya terhadap
ibunya.
- Harun :
Pria yang memiliki keterbelakangan mental ini memulai SD|sekolah dasar
ketika ia berumur 15 tahun. Laki-laki jenaka ini senantiasa bercerita
tentang kucingnya yang berbelang tiga dan melahirkan tiga anak yang masing-masing
berbelang tiga pada tanggal tiga kepada Sahara dan senang sekali
menanyakan kapan libur lebaran pada Bu Muslimah. Ia menyetor 3 buah botol
kecap ketika disuruh mengumpulkan karya seni kelas enam.
Tokoh-tokoh Lain
Bu Muslimah : Bernama lengkap N.A Muslimah Hafsari
Hamid binti K.A. Abdul Hamid. Dia adalah Ibunda Guru bagi Laskar Pelangi.
Wanita lembut ini adalah pengajar pertama Laskar Pelangi dan merupakan guru
yang paling berharga bagi mereka. Pak Harfan : Nama lengkap K.A. Harfan
Efendy Noor bin K.A. Fadillah Zein Noor. Kepala sekolah dari sekolah
Muhammadiyah. Ia adalah orang yang sangat baik hati dan penyabar meski
murid-murid awalnya takut melihatnya. Flo : Bernama asli adalah Floriana,
seorang anak tomboi yang berasal dari keluarga kaya. Dia merupakan murid
pindahan dari sekolah PN yang kaya dan sekaligus tokoh terakhir yang muncul
sebagai bagian dari laskar pelangi. Awal pertama kali masuk sekolah, ia sempat
membuat kekacauan dengan mengambil alih tempat duduk Trapani sehingga Trapani
yang malang terpaksa tergusur. Ia melakukannya dengan alasan ingin duduk di
sebelah Mahar dan tak mau didebat. A Ling : Cinta pertama Ikal yang
merupakan saudara sepupu A Kiong. A Ling yang cantik dan tegas ini terpaksa
berpisah dengan Ikal karena harus menemani